Pengayom Sulung

Menjadi anak sulung bukanlah perkara yang mengerikan, seperti apa yang dikatakan orang. "Anak sulung bakalan jadi no. 2 daripada adiknya.", "Berat jadi anak sulung, harus bisa semuanya.", "Nantinya si Sulung yang harus menanggung keluarga, jadi tulang punggung.", "Jadi panutan adik-adiknya.", "Ngga akan ada waktu buat seneng-seneng." dan celotehan lainnya yang sulit untuk di tuliskan satu persatu. Dan mungkin beberapa diantara pernyataan itu ada benarnya, tapi ada juga yang subyektif, hingga sulit untuk di nalar.

Ada pula yang berkata : anak sulung adalah seorang yang kuat. Dengan berbagai macam tuntutan, mereka berusaha semaksimal mungkin untuk memenuhi semuanya. Sekuat tenaga, dengan bebagai macam cara, 'tak lupa teriring do'a. Agar kuat, agar semangat. Sulung bukan seorang pengemis, meminta agar semua terpenuhi. Sulung adalah tamparan, mengingatkan semua orang bahwa dunia dapat ditaklukkan dengan usaha, bahwa ada banyak hal di luar sana yang menunggu kita untuk di coba. Dan Sulung bukan drama romansa, berisi tangis dan derita. Sulung harus kuat, menutupi kesedihan, menampakkan bahagia dan usaha.

Tapi jangan melupakan jiwa manusianya, Sulung juga bisa berduka, meski selalu terlihat penuh canda. Pun terkadang butuh seseorang yang Sulung anggap lebih tua. Lebih bijak. Bukan hanya butuh hadirnya saja, tapi juga pundaknya yang siap di tumpahi segala luapan tangis Sulung. Butuh telingganya yang mendengar kisah-kisah hidup Sulung. Butuh pelukan hangat yang bisa menenangkan Sulung ketika semua yang sudah terencana, hancur lebur begitu saja. Guyuran rasa kecewa, dan amukan caci juga cerca musuh-musuhnya.

Sulung memang mencoba selalu kuat. Tapi tekad bulat, pastilah dapat tergerus layaknya daun dimakan ulat. Maka saat-saat kecewa itu tiba, semoga ada pengayom Sulung yang datang, membimbing dan siap menjadi keranjang. Mewadahi segala hal yang ingin Sulung bagikan.

Related Posts

Tidak ada komentar:

Posting Komentar