Memimpikanmu

Semalam aku memimpikanmu, entah kenapa. Dan hal yang paling aku benci pun muncul saat terbangun. Rindu. Aku sedang berada di tempat lain saat ini dan tiba-tiba semua terasa membosankan, jengah. Waktu serasa berjalan lebih lama, tiap detiknya bagai palu yang memukul-mukul genderang hati.

Aku rindu. Padamu. Tahukah kamu ini menyiksa? Tidak mengenakkan rasanya merindukanmu. Dadaku tiba-tiba sesak, lalu seolah ada sesuatu yang ingin keluar dari mataku. Tapi aku 'tak berdaya hanya bisa berdiam di ranjang, menatap langit-langit kamar, mencari objek lain untuk diperhatikan, namun 'tak bisa. Tetap ada kamu disana.

Kamu tahu, ini semua karena mimpi. Semalam aku bermimpi dipelukmu erat. Saat itu tiba-tiba semua memori tentangmu di otakku muncul. Kamu yang selalu menjadi lebih dewasa dariku, mengerti aku. Semua perhatian yang kamu berikan. Walau kadang kamu juga membuatku kesal karena lama membalas pesan yang aku kirim. Entah memang karena sibuk atau karena kamu mencoba untuk mengujiku. Entah. Tapi tiap kali aku di buat sebal karena menunggu balasanmu, hal itu sirna begitu saja saat aku menerima balasanmu. Bodohnya aku.

Terima kasih telah menjadi dewasa untukku, disaat semua orang terdoktrin bahwa sulung tidak boleh cengeng, sulung  harus kuat, tidak manja. Menjadi danau yang sejuk di tengah gurun kehidupan yang masalah nya bagai butir-butir pasir. Terima kasih untuk semua itu, menjadi sandaran saat aku cengeng, menguatkanku saat lelah datang bersamaan dengan tumpukan masalah hidup. Dan juga terima kasih untuk tetap menerima ketika sifat manjaku muncul. Aku bahagia.

Seandainya saja kamu hadir disini, datang. Dapat melihat wajahmu, mencari tentramnya hati di tiap lekuknya. Duduk dekatmu, disampingmu, menikmati aroma tubuhmu. Menumpahkan semua air mata cengengku. Hingga semua masalah terasa lebih ringan.

Aku tahu kamu tidak mungkin ada disini, karena kamu sudah tidak sendiri lagi. Ada seseorang disana yang menemani. Dan aku tahu.

Aku pun tidak punya hak apa-apa atasmu. Kamu bebas memilih siapapun yang kamu mau untuk berada di sampingmu. Aku 'tak bisa memaksa. Dan tidak ada yang bisa terucap dariku, termasuk rasa.

Jadi sekarang, tinggallah aku disini, bersama kumpulan kertas, tumpukan buku, tanpamu. Tapi mungkin, "Kau akan tetap terselip di antara huruf-huruf dalam buku yang kubaca. Di antara butir-butir udara yang kuhirup, bahkan di sela-sela sel darah yang menghidupkanku. Aku tetap percaya kepada kata, kepada huruf. Itulah yang menyebabkan adanya hubungan antara oasis dan bukit-bukit pasir itu." - Trilogi Soekram (Sapardi Djoko Damono)

Related Posts

3 komentar