Pemerhati

     Kamu sedang sibuk dengan hatimu. Meberikan waktu yang kamu punya untuknya. Orang yang kamu cinta. Memberikan semua tiket keinginan untuk memanjakannya. Menyuguhkan berbagai fasilitas, agar membuatnya nyaman dan tidak meminta untuk berpindah gerbong lainnya. Semua itu berjalan dengan harapan kamu bisa mengikat dirinya. Padahal yang terjadi, kamu sudah terikat padanya.
     Banyak hal yang sudah kamu korbankan untuknya. Melupakan masa lalu pun salah satunya. Meskipun itu juga menjadi alasan kamu untuk terburu mengikat diri dengan Ia. Jadi hubungan kalian yang saat ini bersifat mutualisme. Tak seperti yang dulu. Kamu merasa di gantungkan dan orang yang kamu suka pun sama. Hingga memperjelas arah hubungan pun kamu tidak bisa.
     Pengorbanan lainnya adalah saat waktu untuk sahabat-sahabatmu kamu pinjam untuk bersamanya. Berkata akan menggantinya. Tapi entah kapan kesanggupanmu itu ada. Kamu tetap sibuk dengan hatinya. Dan lupa untuk minum kopi bersama. Makan bersama atau sekedar duduk dan bercerita.
     Sedari tadi aku terlalu menjelaskan banyak hal tentangmu seolah aku sangat mengerti dirimu dan apapun yang melekat padamu. Tentu. Setiap pembaruanmu adalah informasi menarik bagiku. Setiap bahagiamu memberi arti tersendiri bagiku. Apalagi sedihmu. Hm ... lebih menyayat bagiku. Yah, mungkin selama ini kamu tidak tahu tentang itu. Tentang perhatianku, rasa khawatirku juga rasa sukaku. Padamu.
     Tapi aku tidak ingin memaksamu tahu. Karena aku pun takut menjadi belenggu. Membatasi setiap gerakmu yang meragu karena ucapan dan keberadaanku.
     Aku sok bijak ya? Hm ... padahal didalamnya aku menyimpan banyak rasa untukmu. Rasa yang tidak kuungkap. Rasa yang buatku takut saat tidak seharipun meihatmu atau sekedar pembaruanmu. Rasa cemas saat kamu menuliskan sakit di situ. Rasa gelisah saat melihatmu marah.
     Bahkan aku punya rasa yang lebih aneh buatmu. Saat kamu bertemu orang-orang baru. Mendapat kenalan baru. Nama-nama baru. Nomor baru. Juga obrolan baru. Hal itu membuatku cemburu. Karena aku tidak bisa mendapatkan itu. Aku hanya bisa melihatmu. Tidak mengatakan apapun padamu. Melihat bahagiamu. Dan menyimpan rapat-rapat rasaku.
     Aku padamu, seorang pemerhati bahagiaanmu.

Related Posts

3 komentar

  1. Terima kasih sudah berkunjung.

    BalasHapus
  2. Aku merasa menjadi si aku dalam tulisanmu wildan :)

    Coretanmu begitu sederhana namun penuh, mewakili semua, aku suka

    Siapa penulis yang bukunya suka kau baca?

    BalasHapus